Tips Menata SDM Generasi Milenial di Perkebunan Kelapa Sawit

Generasi Milenial merupakan terminologi yang saat ini sering dibicarakan. Dalam berbagai forum diskusi para praktisi Human Capital (HC), diskusi tentang generasi milenial selalu menarik perhatian, terutama jika dikaitkan dengan karakter, tuntutan, dan persentase turn over. Menariknya lagi, jika dikaitkan dengan persepsi dan curhatan para pimpinan kebun yang sebagian besar mengeluhkan sikap, kompetensi dan kinerja karyawan generasi milenial dengan label negatif seperti; tidak bisa bekerja, lembek, tidak survive, tidak setia, suka ngimpi, suka narsis, kurang hormat, gila teknologi dan banyak label lainnya. Lantas, siapakah generasi milenial itu?

Generasi milenial atau generasi Y (Gen Y), adalah mereka yang lahir antara tahun 1981 sampai dengan tahun 2000. Mengingat generasi ini menandai datangnya milenium baru yaitu millennia 21 maka istilah generasi milenial lebih populer dari pada Generasi Y. Mereka cerminan dari generasi Baby Boomers (1946-1964) dan sebagian kecil dari Gen X (1965-1980). Saat ini, kaum milenial ditaksir berusia antara 17 hingga 38 tahun, usia-usia produktif.

source: kompasiana

 

Dari kajian beberapa peneliti, generasi milenial cenderung memiliki keunikan dibandingkan generasi sebelumnya. Keunikannya terletak pada penggunaan teknologi dan budaya pop atau musik yang sangat kental. Karenanya, milenialis seakan tidak bisa lepas dari internet, entertainment dan travelling. Generasi ini banyak menggunakan gadget dan teknologi komunikasi instan seperti; Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter dan mereka juga suka bermain game online. Dapat disimpulkan bahwa ciri khas generasi ini adalah menjadikan teknologi sebagai gaya hidup. Namun, generasi milenial memiliki banyak karakter positif yaitu; sangat kreatif, optimis, terbuka, sangat reaktif terhadap perubahan, percaya diri, lebih memperhatikan “kekayaan” atau kekayaan dan lebih memilih bekerja keras di bidang bisnis yang mereka geluti dan kemudian menikmati dengan petualangan yang menantang.

Kelemahan generasi milenial adalah mereka memiliki mentalitas yang instan. Mereka cenderung menginginkan hasil yang cepat, suka mengeluh untuk pekerjaan yang membutuhkan kerja keras berjam-jam, kurang siap untuk beberapa pasang surut atau banyak kegagalan. Hal lainnya adalah mereka cenderung tidak berdiri di lingkungan kerja yang tidak langsung mengarah ke jenjang atau jabatan yang lebih tinggi. Bagi mereka yang bekerja di perkebunan, umumnya saat ini posisinya masih dominan di level Asisten, ada yang menjabat sebagai Assistant Heads dan ada juga yang sudah berada di posisi Manager Up.

Berdasarkan usia, pemimpin pertanian saat ini harus sebagian besar adalah Gen X dan hanya sedikit dari Generasi Baby Boomers. Gen X memiliki karakter yang sangat berbeda dengan Gen Y yaitu mampu menerima perubahan dengan baik sehingga disebut sebagai generasi tangguh, memiliki karakter mandiri, setia (loyal), mengutamakan citra diri dan tipe pekerja keras. . Namun Gen X juga memiliki beberapa kekurangan yaitu selalu menghitung kontribusi yang telah diberikan perusahaan terhadap pekerjaannya. Generasi X dan Y tentunya memiliki sifat positif dan negatif masing-masing. Dengan memahami perbedaan mereka, diharapkan manajemen atau pimpinan perusahaan dapat memahami karakter generasi sesuai dengan karakteristiknya dan kemudian mengembangkan gaya kepemimpinan dan budaya perusahaan yang lebih efektif.

Di Indonesia, proporsi generasi milenial sekitar 34,45% dari total penduduk (Aziz 2018). Artinya jumlah milenial sebenarnya memiliki peran penting dalam menentukan masa depan negara ini dan tentunya juga mempengaruhi masa depan perkebunan sawit Indonesia. Dengan demikian, salah satu kunci masa depan perkebunan kelapa sawit terletak pada seberapa kreatif kita dalam mengelola sumber daya manusia milenial tersebut. Jika sebagai pemimpin kita dapat mengelolanya dengan baik maka akan dapat mendukung pertumbuhan perusahaan, namun jika kita tidak peka terhadap karakteristik Gen Y dan tidak ingin merubah sikap dalam mengelolanya, maka hal sebaliknya akan menjadi potensi. masalah bagi kinerja perusahaan.

Dengan dibukanya kembali pasar CPO ke Eropa, komitmen China untuk meningkatkan kuota impor CPO, kebijakan penggunaan pesawat Bio Diesel dan Bio Avtur, nampaknya menjadi “vitamin” baru yang akan meningkatkan stamina untuk pengembangan minyak sawit di Indonesia. Namun, perkembangan tersebut masih akan menghadapi tantangan krisis sumber daya manusia, bukan karena jumlahnya yang tidak mencukupi melainkan karena karakter, tuntutan dan minat mereka untuk menggarap perkebunan kelapa sawit yang cukup rendah. Krisis sumber daya manusia sebenarnya telah dirasakan oleh para praktisi HC yaitu dari sulitnya mendapatkan talent dari Perguruan Tinggi karena preferensi kandidat lebih cenderung bekerja di wilayah perkotaan dan non-perkebunan. Singkatnya, jangankan mencari calon karyawan level staff, mencari tenaga kerja panen saja HC sudah kesulitan dan cenderung akan semakin sulit. Sementara di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran di Indonesia per Agustus 2017 masih cukup banyak, yakni 7,04 juta orang. Inilah tantangan saat ini dan ke depan yang harus dihadapi oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk  bisa exist dan bertumbuh. Lalu, apa yang harus dilakuan?

Untuk tumbuh kembali dan meningkatkan minat bekerja di perkebunan kelapa sawit, perlu adanya dukungan dan strategi kolaborasi dari para pemangku kepentingan kelapa sawit. Re-branding merupakan salah satu langkah untuk menjadikan perusahaan sebagai Employee of Choice (EOC). Branding bisa dilakukan secara internal dan eksternal. Perusahaan yang akan dipilih oleh talenta terbaik juga harus memiliki kualitas internal yang baik. Terdapat lima faktor perusahaan jika ingin menjadi seorang EOC yaitu V.O.I.C.E yaitu; Vision perusahaan, Opportunity karir, Insentive yang didapatkan, Community, dan Entrepreneur dalam hal bekal yang diberikan pada talent-nya.

source: merdeka.com

Lebih lanjut, kita juga perlu mengetahui tips bagaimana mengelola karyawan generasi milenial secara efektif. Untuk bisa mengelolanya secara efektif, tentunya perlu mengakomodasi gaya kerjanya. Mereka lebih suka melihat bos mereka sebagai mentor dan pelatih daripada sebagai bos. Berkolaborasi dan melibatkan mereka dalam prosesnya akan membuat generasi milenial merasa diterima, memberikan pekerjaan yang berkualitas, dan nyaman.

Dari hasil diskusi dengan praktisi HC dan berbagai literatur, kami dapat memaparkan secara singkat beberapa tips menata generasi milenial melalui perubahan strategi dan kebijakan perusahaan, serta perubahan pola kepemimpinan sebagai berikut:

1. Ciptakan budaya perusahaan yang menarik, tempat kerja yang menyenangkan dan keseimbangan dengan kehidupan pribadi mereka

2. Mendidik para manajer agar dapat berfungsi sebagai mentor sekaligus coach sehingga menjadi foster foster care bagi mellennialis

3. Mendesain ulang pekerjaan yang berbasis teknologi atau aplikasi digital agar lebih menarik dan tidak membosankan

4. Memberi ruang bagi milenial untuk berinovasi

5. Buat struktur organisasi yang jelas, deskripsi pekerjaan, target yang menantang, KPI yang menarik, dan penghargaan

6. Dorong mereka untuk bekerja dalam tim yang baik (minimal 2 orang) karena mereka sangat suka berkumpul

7. Memenuhi dan meningkatkan standar fasilitas yang menjadi kebutuhannya, seperti kendaraan, rumah lengkap dengan isinya, komunikasi, sarana olah raga, internet, sarana hiburan dan sarana lainnya yang dibutuhkan

8. Manfaatkan intervensi dengan memberikan fasilitas seperti liburan, full cover health, beasiswa pendidikan, bonus khusus, dan jenis penghargaan lainnya.

9. Menerapkan manajemen kinerja yang baik dan merumuskan Human Asset Values ​​dan jenjang karirnya secara jelas.

10. Mengembangkan organisasi pembelajaran. Hal ini penting dilakukan karena generasi milenial sangat antusias dengan perubahan dan hal-hal baru.

11. Mereka dapat melakukan multitasking tetapi masih sangat membutuhkan arahan dari atasannya untuk menjalankan tugasnya

12. Pemimpin harus rajin bertanya tentang kemajuan penugasan yang diberikan

13. Membantu menjelaskan aturan dan ekspektasi Manajemen dan memastikan mereka dapat menerjemahkan dan menerapkan

14. Hormati ide dan saran mereka dan dengan ramah mengingatkan mereka jika inisiatif yang mereka lakukan tidak sesuai dengan persyaratan perusahaan

15. Membuat mereka selalu tertantang dengan tugas dan target yang diberikan

16. Pemimpin pertanian harus menjadi pemimpin – teladan yang dapat menjadi pedoman dan teladan mereka

Pimpinan kebun dan manajemen perkebunan harus sadar dan paham bahwa generasi milenial itu sangat unik. Tidaklah bijak untuk membandingkan karakter generasi milenial dengan generasi sebelumnya, karena memang era yang berbeda. Sehingga tips di atas, hanya akan berjalan efektif jika didukung oleh komitmen pimpinan dan pimpinan perkebunan. Pemimpin kebun harus memiliki sifat sabar aktif. Sabar menghadapi karakternya yang unik dan aktif mendidiknya agar bisa bekerja secara profesional. Begitu mereka paham dan termotivasi, maka kinerjanya akan maju pesat, apalagi jika para pimpinan perkebunan bisa memberikan ide-ide baru dan menantang visi inovatif, maka hal ini akan mengakselerasi karyawan generasi milenial menjadi profesional dan pemimpin masa depan (talent).

Untuk memimpin generasi milenial, George Bradt menawarkan ide Brave Leadership yang merupakan singkatan dari Behavior, Relationship, Attitude, Values, dan Environment.

Behavior, generasi millennial  menghindari batasan antara atasan dan mereka yang bekerja sebagai bawahan. Berikan akses informasi terhadap mereka karena generasi millennial  cenderung memiliki rasa ingin tahu yang lebih terhadap situasi perusahaan dan bagaimana pekerjaan mereka dapat membantu tercapainya visi perusahaan.

Relationship, semua orang memerlukan respek atau rasa hormat, begitu pula generasi millennial, mereka sangat memerlukan rasa hormat. Jadilah pendengar aktif dan berilah feedback dengan cara yang tepat kepada mereka.

Attitude, generasi millennial  memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya maupun masa depannya. Pandangan yang positif ini membuat para pemimpin lebih mudah menyemangati mereka dan menawarkan berbagai tantangan bagi mereka. Para millennial, sangat senang diberi kepercayaan melakukan pekerjaan yang baru dan menantang.

Values, para millennial  cenderung memiliki komitmen pada pekerjaan yang punya value dan memberikan banyak manfaat. Perusahaan yang berkomitmen kepada kepentingan banyak orang, memberi manfaat bagi masyarakat, peduli lingkungan dan mempermudah serta mempercepat urusan banyak orang sangat disenangi kaum millennial.Environment, mereka sangat enjoy bekerja di lingkungan yang terbuka, mudah mengakses informasi, bisa bekerja lintas daerah dan lintas benua. Ciptakanlah lingkungan dan suasana kerja

© anakUNIB.com. All rights reserved. Developed by LIPUL.iD